Minggu, 29 November 2009

SUASANA HARI GURU DI SEKOLAHKU

Rabu, 25 Nopember 2009
Hari ini, para guru di SMA Negeri 58 Jakarta tersenyum ceria saat menerima setangkai bunga dari siswa-siswi SMA Negeri 58 Jakarta Timur. “Selamat hari guru, Bu; Selamat hari guru, Pa” ucap para siswa, setelah upacara hari guru pada hari Rabu 25 Nopember 2009 pkl. 07.00, sebagai inspetur upacara kepala SMA Negeri 58 Ibu Dra.Hj.Nelmi. Pada kesempatan itulah Ibu Kepala Sekolah memberikan penghargaan kepada guru dan karyawan yang ter......., dari hasil survey/pendapat para siswa, guru yang terdisiplin, guru yang terlama (senior), guru terbaik, dsb. Setelah upacara usai dilaksanakan berbagai kegiatan perlombaan, antara lain lomba nasi tumpang antar kelas.
Peringatan Hari Guru tahun ini sungguh indah, betapa tidak, sudah banyak guru yang lulus sertifikasi sebagai penanda kompetensinya diakui, kini mulai menuai kenaikan gaji melipatganda gaji pokok. Ya, semestinya dengan peningkatan gaji itu seharusnya kinerja para guru lebih baik, dan hasilnya terlihat dari meningkatkan kualitas/mutu pendidikan. Guru sudah dapat meningkatkan kualifikasi pendidikan, perlu membaca, membeli koran, membeli buku, punya laptop, sampai asset internet.
Betul juga kata Iwan Falss dengan lagu yang menggelitik bahwa gaji guru jaman dulu sangat menyedihkan seperti reff lagu ini......
Reff: Oemar Bakri.. Oemar Bakri..
40 tahun mengabdi
Jadi guru jujur berbakti
Memang makan hati
Oemar Bakri banyak ciptakan menteri
Oemar Bakri, profesor, doktor, insinyur pun jadi
Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri

Kesejahteraan guru sekarang ini sudah jauh lebih jika dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Apalagi, pasal dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 (UU Guru dan Dosen) tentang tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok sudah terealisasi.
Memang bukan tugas yang ringan dan mudah untuk menekuni profesi sebagai guru. Selain mumpuni dalam menjalankan tugas-tugas institusi, mereka juga diharapkan mampu memiliki kepribadian terpuji sekaligus mampu bergaul secara sosial di tengah-tengah komunitas masyarakatnya. Mengingat demikian pentingnya keberadaan guru dalam membangun sebuah peradaban bangsa, sangat beralasan jika Kaisar Jepang pernah bertanya: ”Masih berapa guru yang tersisa di negeri ini?” pasca-peristiwa bom atom tahun 1945. Sang Kaisar justru tidak bertanya, berapa tentara yang tersisa. Agaknya, dia sangat mencemaskan kelanjutan masa depan Jepang seandainya negeri Matahari terbit yang sedang menghadapi masa-masa sulit semacam itu kehilangan figur seorang guru. Dengan kata lain, untuk mengumpulkan puing-puing peradaban Jepang yang hancur, guru dirangkul dan diposisikan secara terhormat dan bermartabat. Tak heran jika dalam perkembangannya kemudian, negeri Dai Nippon itu mampu menjadi salah satu “Macan Asia”, bahkan dunia.
Meski demikian, apresiasi terhadap profesi guru tak hanya sebatas tunjangan finansial. Mereka juga membutuhkan rasa aman dan nyaman dalam menjalankan tugas-tugas profesinya. Sungguh menyedihkan ketika banyak kejadian kekerasan yang masih saja menimpa para guru. Tak jarang, mereka harus menerima ancaman kekerasan dari siswa atau pihak orang tua murid, ketika sedang menjalankan tugas. “Pembidaban” semacam ini, apa pun motifnya, jelas keliru dan tak bisa ditolerir. Taruhlah guru bersalah dalam mengambil keputusan, karena mereka juga manusia yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Namun, sungguh tidak adil kalau guru lantas harus diperlakukan kurang manusiawi melalui tindakan-tindakan konyol dan kurang beradab. Ini tidak lantas berarti, guru mesti dibiarkan berbuat semaunya, karena sudah ada kode etik yang mengikat mereka dalam menjalankan tugas-tugas profesionalismenya. Dalam konteks ini, sungguh relevan lirik pilu Winarno Surahmat: “Apakah artinya bertugas mulia, ketika kami hanya terpinggirkan, tanpa ditanya, tanpa disapa.”
Yang tidak kalah menyedihkan, masih saja ada upaya sistematis untuk membungkam suara kritis para guru. Mereka tak segan-segan kena semprit kalau ikut-ikutan melakukan kontrol terhadap berbagai bentuk penyimpangan yang terjadi, seperti menyuarakan kecurangan Ujian Nasional, memperjuangkan nasib rekan sejawat yang teraniaya, atau memobilisasi guru untuk kepentingan-kepentingan politis.
Pada sisi lain, para guru juga mesti melakukan refleksi dan otokritik. Seiring dengan meningkatnya kesejahteraan, para guru juga harus berusaha meningkatkan kompetensi diri. Empat kompetensi guru, yakni kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial, sudah seharusnya tak hanya sekadar hafalan dan retorika belaka, tetapi benar-benar menyatu secara afektif dan mewujud dalam aksi nyata.
Adapun ciri-ciri guru yang profesional adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai komitmen kepada siswa dan proses belajarnya. Guru merupakan unsur dalam proses belajar mengajar yang bertugas “dititipi” anak didik yang tugasnya adalah membimbing mereka dalam mendapatkan ilmu pengetahuan sedangkan anak didik merupakan unsur yang oleh orang tua dipercayakan kepada guru untuk di bimbing menjadi manusia yang berkualitas.
2. Menguasai materi pelajaran dan cara mengajarkannya. Materi pelajaran merupakan isi pengajaran tertentu yang dibawakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Penguasaan materi pelajaran dan cara mengajarkannya bertujuan agar dapat mencapai hasil yang lebih baik. Jadi guru harus menguasai apa yang diajarkan dan bagaimana cara mengajarkannya melalui pengelolaan kelas yang baik antara lain : membuat dan mengevaluasi rencana dan perangkat pembelajaran dengan; membuka dan menutup pelajaran; membuat pendekatan, strategi, model dan metode pembelajaran yang menarik dan mengaktifkan siswa. Sehingga diharapkan proses pembelajaran dapat memberi pengaruh terhadap pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa.
3. Bertanggung jawab memantau kemajuan belajar siswa melalui beberapa teknik evaluasi. Evaluasi merupakan salah satu faktor penting dalam proses belajar mengajar, karena evaluasi merupakan suatu alat pengukur untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran telah dicapai siswa dan keberhasilan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik test atau teknik non test.
4. Mampu berpikir sistematis dalam melakukan tugasnya sebagai guru.
5. Mampu menjadi bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
6. Mempunyai sifat dan kepribadian yang simpatik. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan belajar, mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, teliti, empati dan mampu bekerja sama dengan baik, mampu berkomunikasi dengan anak didik dalam upaya mengembangkan kepribadian anak didik.
7. Mampu mereformasi pendidikan.Hampir seluruh tanggung jawab reformasi pendidikan berada di tangan guru sebagai pendidik. Sehingga guru mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi pengambil keputusan di bidang pendidikan agar mampu menghasilkan kebijakan-kebijakan yang menunjang pendidikan. Bahkan di lapangan, guru dapat membuat modifikasi dan inovasi pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
8. Kreatif. Peningkatan profesional guru dapat pula dilakukan dengan mengembangkan kreativitas dalam melaksanakan proses belajar mengajar dan mampu mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan.
9. Tidak bosan-bosannya meningkatkan pengetahuan, baik melalui buku, media cetak, pelatihan seperti MGMP dan penataran-penataran, serta melalui pendidikan lanjutan seperti program S1, atau S2. Dengan meningkatkan pengetahuan, diharapkan guru dapat menambah wawasan dan kompetensinya sebagai guru yang profesional sehingga dapat melaksanakan tugas-tugas dengan baik. Seorang guru yang profesional harus memiliki berbagai kompetensi sehingga mampu membimbing peserta didik agar mendapatkan hasil belajar yang maksimal.
10. Disiplin dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai guru. Dalam hal ini guru harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan tuntutan kurikulum dan profesi sebagai guru.
11. Dapat dipercaya. Dengan tingkat profesionalisme yang tinggi, maka guru dapat dipercaya oleh orang tua sebagai orang yang mampu “dititipi” dalam membimbing anak-anak mereka menjadi manusia yang berguna di kemudian hari.
Guru harus mampu memberikan motivasi dan contoh mental yang baik kepada anak didiknya. Kekayaan mental itu antara lain meliputi tanggung jawab, jujur, percaya diri, disiplin,sabar, suka tantangan. Selain itu para guru memiliki komitmen, perjuangan, pengorbanan, keuletan dan kegigihan
Akhirnya, selamat Hari Guru. Guru professional.25/11/2009

Sabtu, 21 November 2009

Apakah Profesional itu ?

Profesional adalah seseorang yang memiliki kepandaian khusus dan ketrampilan (skill) dalam pekerjaan yang digelutinya, sehingga ia mengharapkan pembayaran yang setimpal dengan kepedulian terhadap pekerjaannya.

Suatu pekerjaan dapat dianggap sebagai profesi, bila apa yang dia kerjakan sesuai dengan latar belakang pendidikan dan ketrampilan yang dimilikinya. Maka tidak semua orang dapat mengerjakan pekerjaan profesi, karena latar pendidikan ikut menentukan.

Pekerjaan (profesi) antara lain:
- Dokter latar pendidikan dari kedokteran
- Guru latar pendidikan dari keguruan
- Pengacara latar pendidikan sarjana hukum
- Polisi latar pendidikan kepolisian
- Arsiterktur latar belakang pendidikan insinyiur, dll

Pertanyaan bagi kita adalah masih adakah profesionalitas dalam bekerja bagi anak bangsa ini ? Untuk itu, kita terlebih dahulu memahami definisi dari perbedaan profesi, profesional, profesionalisme, profesinalisasi dan profesionalitas di bawah ini.
Menurut Kamus bahasa Indonesia “Profesi” bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejujuran). Jadi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau ketrampilan dari pelakunya. "Profesional" adalah orang yang menyandang suatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan keahlian atau ketrampilan yang tinggi. Hal ini. pengaruh penampilan atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan di profesinya ikut menentukan. "Profesionalisme" merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuannya secara terus menerus. "Profesionalisasi" adalah proses atau perjalanan waktu yang membuat seseorang atau kelompok orang menjadi profesional. Sedangkan "Profesionalitas" merupakan sikap para anggota profesi benar-benar menguasai profesi yang disandangnya.

Melihat pengertian diatas, seharusnya setiap orang harus profesionalitas dalam menjalankan pekerjaan, karena tuntutan masyarakat ingin mendapatkan pelayanan yang semakin meningkat mutunya untuk hasil yang lebih baik. Setiap profesi harus bisa menyesuaikan diri dengan permintaan masyarakat dalam pelayanan secara jujur terhadap masyarakat. Like/Dislike dan KKN harus segera dihapuskan dari bumi Indonesia ini. Semoga ...............

Artikel Terkait:

Profesional Guru
Profesional Dokter
Profesional Polisi